Sabtu, 29 Oktober 2011

PTK BAB 1,2,3


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pendidikan di sekolah yang berbasiskan proses pembelajaran di kelas pada hakekatnya merupakan tanggung jawab semua pihak, baik sekolah, pemerintah maupun masyarakat. Pihak sekolah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan proses pendidikan, pemerintah pemegang keputusan kebijakan, sedangkan masyarakat pendukung sumber daya yang diperlukan sekolah. Secara khusus dalam kenyataan pihak sekolah yang lebih banyak berperan dalam mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah melalui peran kepala sekolah dan para gurunya. Kepala sekolah berperan sebagai manjer, pemimpin, administrator, dan supervisor pendidikan, sedangkan guru berperan dalam melaksanakan pembelajaran bersama siswa di dalam kelas. Oleh karena itulah sebenarnya peranan guru yang sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Keadaan tersebut dikarenakan guru merupakan ujung tombak pembelajaran yang apabila gagal sering dialamatkan kepadanya.
Guru merupakan sosok yang bekeradaannya tidak dapat digantikan oleh media atau fasilitas pembelajaran apapun. Kehadiran guru masih tetap diperlukan, sebagaimana dikemukakan Sopandi (1992:23) “kehadiran guru sebagai sosok yang berdiri di depan kelas keberadaannya sampai kapanpun tidak dapat digantikan oleh media pembelajaran secanggih apapun. Guru harus tetap melaksanakan pembelajaran secara langsung di depan siswa”. Oleh karena itu apapun alasannya guru harus mengajar langsung di depan siswa agar tujuan pembelajaran yang ditetaptapkan dapat tercapai.
Seiring dengan perkembangan jaman, yang berdampak terhadap perubahan kurikulum pembelajaran, kualitas pembelajaran perlu selalu ditingkatkan. Keadaan tersebut dapat dimulai dengan peningkatan kompetensi para guru, baik dalam menyampaikan meteri, menggunakan metode dan teknik mengajar yang tepat, menggunakan media pembelajaran maupun kebutuhan peserta didik. Guru yang profesional pada hakekatnya adalah mampu menyampaikan materi pembelajaran secara tepat sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Namun demikian untuk mencapai ke arah tersebut perlu berbagai latihan, penguasaan dan wawasan dalam pembelajaran, termasuk salah satunya menggunakan model dan metode pembelajaran yang tepat. Dalam pembelajaran fisika, guru tidak cukup terfokus hanya pada satu model dan metode tertentu saja. Guru perlu mencoba menerapkan berbagai model dan metode yang sesuai dengan tuntutan materi pembelajaran, termasuk dalam  model pembelajaran kooperatif dengan metode belajar kelompok. Pemilihan model dan metode yang tepat tersebut akan dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan.
Model pembelajaran kooperatif dengan metode belajar kelompok sangat tepat dalam membantu siswa memecahkan masalah yang dihadapi bersama, sehingga pemahaman setiap siswa menjadi merata. Keadaan tersebut sebagaimana dikemukakan Mudjiono (2002:4) bahwa belajar kelompok memiliki beberapa keuntungan, yaitu sebagai berikut.

1.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional;
2.      Mengembangkan sikap sosial dan semangat gotong royong dalam kehidupan;
3.      Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar, sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab; dan
4.      Mengembangkan kemampuan kepemimpinan-kepemimpinan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok.

Berdasarkan konsep tersebut menunjukkan bahwa metode belajar kelompok perlu diterapkan dan dikembangkan guru dengan terlebih dahulu menguasai strategi atau langkah-langkahnya. Metode pembelajaran, termasuk metode belajar kelompok merupakan variasi guru dalam melaksanakan pembelajaran selain yang konvensional dalam bentuk ceramah. Guru perlu secara cermat memilih materi yang tepat untuk menggunakan metode belajar ini, sehingga hasil belajar siswa lebih optimal. Keberadaan  metode belajar kelompok untuk mata pelajaran fisika sangat diperlukan. Para siswa dapat saling sharing pengetahuan dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama. Keadaan tersebut memberikan manfaat sebagai pengalaman belajar yang nyata bagi para siswa apalagi mata pelajaran fisika secara keseluruhan lebih menekankan kepada praktik dibandingkan dengan hanya memahami konsep secara abstrak saja.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan selnajutnya menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian, sehingga judul yang  ditetapkan      :   “ Penggunaan Metode Belajar Kelompok dalam Upaya Meningkatkan Ketuntasan Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA Kelas VIII Semester II Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kedungjati”.
B.     Identifikasi Masalah
Permasalahan pembelajaran merupakan hal yang sangat kompleks yang dialami guru dan siswa. Permasalahn guru adalah cara menyampaikan materi pelajaran yang tepat, sedangkan siswa menyerap materi pelajaran secara keseluruhan (tuntas). Berbagai upaya telah dilakukan kepala sekolah, guru dan siswa dalam memecahkan permasalahan tersebut, namun demikian dari waktu ke waktu permasalahan tersebut tetap ada, seiring dengan perubahan dan perkembangan dunia pendidikan. Demikian pula halnya dengan pembelajaran fisika konsep beberapa permasalahan yang ditemui berdasarkan hasil observasi adalah sebagai berikut.
1.       Menurunnya aktivitas siswa dalam pembelajaran fisika dengan ditandai sedikitnya pertanyaan yang muncul dari siswa dalam kegiatan pembelajaran fisika.
2.       Tidak semua siswa memiliki buku ajar sesuai dengan yang dianjurkan guru.
3.       Nilai rata-rata setiap ulangan berkisar 6,0 dengan tingkat ketuntasan belajar 61% yang berarti belum mencapai tuntas belajar.
4.       Fasilitas laboratorium kurang lengkap, sehingga dalam kegiatan belajar mengajar guru cenderung menggunakan pembelajaran model ceramah, sehingga siswa menjadi jenuh.
Jika kondisi tersebut tidak segera diperbaiki, maka akan lebih menurunkan kualitas pembelajaran fisika. Oleh karena itu agar proses pembelajaran lebih menarik, guru perlu mendesain proses pembelajaran dengan salah satunya menerapkan model pembelajaran kooperatif melalui metode diskusi kelompok.
C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah yang ditetapkan adalah “Apakah dengan  penggunaan metode belajar kelompok dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa mata pelajaran IPA kelas VIII semester II SMP Negeri 1 Kedungjati ?”

D.    Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam  metode belajar kelompok, sehingga dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa mata pelajaran IPA kelas VIII semester II SMP Negeri 1 Kedungjati.

E.     Manfaat Penelitian
1.      Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan masukan kepada Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan dan Dinas Pendidikan beserta jajarannya pada pengembangan ilmu pengetahuan khususnya penggunaan metode belajar kelompok untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa mata pelajaran IPA kelas VIII semester II SMP Negeri 1 Kedungjati.
2.      Memperbaiki metode belajar kelompok mata pelajaran fisika yang telah ada secara lebih menarik, merangsang kreativitas dan  menambah motivasi bagi siswa.
3.      Memperkaya khasanah pendidikan yang berhubungan dengan proses kegiatan belajar-mengajar fisika di sekolah.
4.      Penelitian tindakan kelas memberikan manfaat kepada :
a.       Murid, yaitu meningkatnya nilai kreativitas, motivasi belajar, sikap ilmiah, kedisiplinan dan tanggung jawab.
b.      Guru, yaitu menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya, meningkatkan kinerja yang lebih profesional dan penuh inovasi serta memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya.
c.       Sekolah, yaitu mengembangkan kualitas sekolah yang lebih kondusif dan penuh dengan daya inovasi maupun kreativitas.
d.      Dengan memahami dan kemudian mencoba melaksanakan penelitian tindakan kelas, maka kemampuan pendidik dalam proses pembelajaran makin meningkat kualitasnya.












 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A.    Kajian Teori
1.      Hakekat Belajar Mengajar
Belajar dan mengajar merupakan proses yang tidak dapat dipisahkan sebagai satu kesatuan yang utuh antara siswa dengan guru. Belajar dan mengajar sering pula disebut sebagai kegiatan pembelajaran. Dalam kondisi belajar siswa menerima materi yang diberikan oleh guru, sedangkan guru itu sendiri memberikan materi sesuai yang ditetapkan dalam kurikulum. Dalam belajar dan mengajar ini terdapat interaksi aktif antara murid dan guru, sehingga dapat dikatakan belajar dan mengajar kurang serasi abapila terjadi hanya satu arah komunikasi saja. Oleh karena itu belajar dan mengajar harus menjadi satu kesatuan. Namun demikian untuk lebih memahami konsep belajar dan mengajar dalam konsep (pengertian) perlu dijelaskan secara terpisah.
7
 
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang sangat kompleks karena itu belajar sangat sulit untuk diamati, sebab meskipun dari luar kelihatan belum belajar, namun dapat saja siswa tersebut telah memperoleh sesuatu yang banyak dari lingkungannya, kondisi tersebut menunjukkan siswa itu sudah belajar. Skinner (Dimyati 2002:34) mengemukakan “belajar adalah suatu perilaku”. Pada saat orang belajar, maka aktivitas yang baik menjadi meningkat, sebaliknya apabila orang tersebut tidak belajar, maka aktivitas yang baik menjadi menurun. Dalam belajar diperoleh beberapa hal yaitu kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan aktivitas belajar serta konsekuensi yang bersifat menguatkan aktivitas belajar tersebut. Sedangkan Gagne (Dimyati 2002:40) mengemukakan “belajar merupakan kegiatan yang kompleks”. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Orang setelah belajar memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari simulasi yang berasal dari lingkungan serta proses kognitif yang dilakukan oleh orang yang belajar.
Sementara itu Winkel (Darsono 2001:4) mengemukakan “belajar adalah suatu aktivitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pengetahuan keterampilan dan nilai sikap”. Dengan demikian belajar merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan kemampuan tingkah laku dan keterampilan ke arah yang lebih baik. Selanjutnya secara lebih rinci Ausubel (Muryati 2003:12) mengemukakan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, yaitu sebagai berikut.
a.     Berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan.
b.    Menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang merupakan fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa yang telah ada.

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hapalan. Sedangkan konsep mengajar Sudjana (2000:29) mengemukakan “sebagai suatu proses, yaitu mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar dan pada tahap berikutnya adalah memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar”.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa dan guru di dalam kelas untuk melaksanakan proses pembelajaran sehubungan dengan materi tertentu.
2.      Kriteria Tuntas Belajar
Ketuntasan belajar (daya serap) merupakan pencapaian taraf penguasaan minimal yang telah ditetapkan guru dalam tujuan pembelajaran setiap satuan pelajaran. Ketuntasan belajar dapat dianalisis dari dua segi yaitu ketuntasan belajar pada siswa dan ketuntasan belajar pada materi pelajaran/tujuan pembelajaran, keduanya dapat dianalisis secara perorangan atau perkelas siswa. (Sularyo 2004:6). Adapun kriteria ketuntasan belajar yang digunakan adalah sesuai yang dikeluarkan Tim Khusus (2000:4) adalah sebagai berikut.

a.       Setiap materi/pokok uji/soal/ yang merupakan ketercapaian Indikator mencapai ketuntasan apabila telah dikuasai oleh 65% siswa sekelas.
b.      Setiap siswa mencapai ketuntasan belajar bila telah menguasai sekurang-kurangnya 65% (atau memperoleh nilai 60) dari keseluruhan materi pokok uji.
c.       Setiap kelas siswa (seluruh siswa dalam kelas) mencapai ketuntasan belajar bila jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 sebanyak 85% dari jumlah siswa di kelas itu.

Dengan demikian kriteria ketuntasan belajar yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan yang ditetapkan oleh peraturan/ketentuan tersebut.
3.      Komunikasi dalam Proses Belajar Mengajar
Dalam rangka mencapai interaksi belajar mengajar, maka perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa, sehingga terpadunya dua kegiatan yaitu kegiatan mengajar oleh guru dan kegiatan belajar oleh siswa yang berdaya guna dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu guru perlu mengembangkan pola komunikasi yang efektif dalam proses belajar mengajar, karena lemahnya sistem komunikasi dapat mengakibatkan kegagalan dalam pencapaian tujuan. Ada tiga pola komunikasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan interaksi dinamis antara guru dan siswa, sebagaimana dikemukakan Sudjana (2000:45) yaitu : a) komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah, b) komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah, dan c) komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut.
a.       Komunikasi sebagai Aksi atau Komunikasi Satu Arah
Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif tetapi siswanya pasif, sehingga komunikasi seperti ini jelas kurang banyak menghidupkan kegiatan siswa belajar. Contoh jenis kegiatan pembelajaran ini adalah dengan metode ceramah.
b.      Komunikasi sebagai Interaksi atau Komuikasi Dua Arah
Pada komunikasi ini guru dan siswa bersama-sama berperan sebagai pemberi aksi dan penerima aksi. Keduanya saling memberi dan menerima, sehingga pola komunikasi ini lebih baik daripada yang pertama, sebab kegiatan guru dan siswa relatif sama, tetapi komunikasi antar siswa masih kurang atau sama sekali tidak ada.
c.       Komunikasi Banyak Arah atau Komunikasi sebagai Tranaksi
Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa, tetapi juga melibatkan interaksi dinamis antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Proses belajar mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah kepada proses pembelajaran yang mengembangkan kegiatan secara optimal, sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif. Contoh jenis kegiatan pembelajaran ini adalah dengan metode diskusi, simulasi dan belajar kelompok.
Berdasarkan ketiga pola komunikasi tersebut pola komunikasi tranaksi merupakan model yang paling optimal untuk mendapatkan pola komunikasi yang paling efektif antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, termasuk di dalam pola tranaksi ini adalah metode belajar kelompok. Oleh karena itu pemilihan motode belajar kelompok dalam penelitian ini sudah sesuai, mengingat tujuan antara yang diharapkan adalah meningkatkan aktivitas belajar siswa sebelum mencapai tujuan akhir yaitu kenaikan jumlah siswa yang mencapai tuntas belajar.
4.      Tipe Hasil Belajar
Tipe hasil belajar terdiri dari : ranah kognitif, afektif dan psikomotor (Bloom dalam Dimyati 2002:26). Ketiganya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahkan membentuk hubungan hierarki. Dalam penelitian ini hanya ranah kognitif saja, meliputi :       a) tipe hasil belajar pengetahuan hafalan, b) pemahaman, c) , d) analisis, e) sintesis dan f) evaluasi. (Sularyo 2004:9).
Dengan demikian soal yang dipergunakan sebagai alat uji dalam penelitian ini mengacu pada TPK yang telah ditetapkan dengan tingkat kesukaran soal disusun agar memenuhi kriteria ranah kognitif, selanjutnya hasil tes dianalisis untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa.
5.      Pembelajaran Kelompok
Metode pembelajaran adalah teknik penyajian pelajaran yang dipergunakan guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan baik. Ada berbagai macam teknik penyajian dari yang tradisional yang telah dipergunakan sejak dulu sampai dengan pada teknik modern yang dipergunakan sekarang ini. Teknik pembelajaran kelompok merupakan salah satu strategi belajar mengajar, di mana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari 3 sampai dengan 5 siswa, mereka bekerjasama dalam memecahkan masalah atau melaksanakan tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan guru. Kerja kelompok adalah kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar, di mana keberhasilan kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari individu anggota kelompok tersebut (Robert L. Cilstrap dan William R. Martin dalam Roestiyah 2001:45).
Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2002:34) mengemukakan kerja kelompok berarti kerja kepemimpinan dan keterpimpinan yang perlu dipelajari siswa untuk bekal dalam kehidupannya nanti”. Selanjutnya secara lebih lengkap Burton (Nasution 2000:56) menjelaskan “kerja kelompok ialah cara individu mengadakan relasi dan kerjasama dengan individu lain untuk bekerja sama. Relasi di dalam kelompok demokratis artinya setiap individu berpartisipasi, ikut serta secara aktif dan turut bekerjasama, sehingga individu akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dan mengalami perubahan sikap”. Keuntungan yang diperoleh dari adanya pembelajaran dengan pendekatan kelompok adalah sebagai berikut. a) siswa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki usaha yang lebih besar untuk berprestasi, b) siswa mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi dan berfikir kritis dan         c) terjadinya hubungan yang positif antar siswa.
Dengan demikian pembelajaran kelompok berhubungan dengan proses belajar yang dilakukan siswa secara bersama-sama melalui komunikasi interaktif dengan dipimpin oleh seorang pemimpin untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan materi pelajaran.
6.      Keuntungan Pembelajaran Kelompok
Untuk membentuk manusia demokratis harus ditekankan pelaksanaan kerjasama atau kerja kelompok, karena menurut para ahli pendidikan prinsip kerjasama lebih banyak faedahnya daripada sistem persaingan. Nasution (2000:34) mengemukakan beberapa manfaat dari kerja kelompok sebagai berikut.
a.       Mempertinggi hasil belajar, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
b.      Keputusan kelompok lebih mudah diterima setiap anggota, bila mereka turut memikirkan dan memutuskan bersama-sama.
c.       Mengembangkan perasaan sosial dan pergaulan sosial yang baik.
d.      Meningkatkan rasa percaya diri anggota kelompok.

Sedangkan Roestiyah (2001:32) keuntungan menggunakan teknik kerja kelompok adalah : a) mengembangkan keterampilan bertanya, b) siswa lebih intensif dalam melakukan penyelidikan, c) mengembangan bakat kepemimpinan, d) guru lebih memperhatikan siswa, e) siswa lebih aktif, dan f) mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar siswa. Selanjutnya Mudjiono (2002:3) menjelaskan “pembelajaran kelompok kecil merupakan perbaikan dari kelemahan pengajaran klasikal”. Adapun pada pembelajaran kelompok kecil mempunyai tujuan : a) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional, b) mengembangkan sikap sosial dan semangat gotong royong dalam kehidupan, c) mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar, sehingga setiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab dan d) mengembangkan kemampuan kepemimpinan-kepemimpinan pada setiap anggota kelompokj dalam pemecahan masalah kelompok.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan dapat diperoleh beberapa ciri yang menonjol dalam pembelajaran secara kelompok, yaitu : a) siswa sadar sebagai anggota kelompok, b) siswa memiliki tujuan bersama, c) siswa memiliki rasa saling membutuhkan, d) interkasi dan komunikasi antar anggota,   e) ada tindakan bersama dan f) guru bertindak sebagai fasilitator, pembimbing dan pengendali ketertiban kerja.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa metode pembelajaran kelompok dapat membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapi secara bersama-sama.
7.      Belajar Kelompok Model Jigsaw dan Model STAD
Sampai saat sekarang terdapat beberapa model pembelajaran kooperatif atau pembelajaran kelompok yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan, dua di antaranya adalah model Jigsaw dan model STAD (Student Team Achievement Division). Bentuk pembelajaran kelompok model Jigsaw yaitu anggota kelompok diberi tugas yang berbeda satu dengan lainnya dari satu pokok bahasan. Agar masing-masing tetap mengetahui keseluruhan pokok bahasan yang dibahas dalam kelompoknya, tes diberikan dengan menyeluruh dengan penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelopok. Adapun langkah-langkah penting dalam pembelajaran model Jigsaw adalah sebagai berikut.




Tabel 2.1
Langkah-langkah Penting Dalam Pembelajaran Model Jigsaw
Langkah
Aktivitas
Pertama
Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari dalam kelompok secara garis besarnya saja dengan menggunakan struktur makro;
Kedua
Guru membagi siswa dalam kelompok kooperatif;
Ketiga
Membagi materi atau topik menjadi sub-sub topik kemudian dibagikan kepada anggota kelompok sesuai dengan bidang ahlinya untuk didiskusikan dengan ahli-ahli yang sama dari kelompok lain;

Keempat
Setelah menjadi ahli dalam sub topiknya siswa kembali di kelompok semula untuk menularkan informasi penting dalam sub topik tersebut kepada temannya. Ahli subtopik lainnya juga melakukan hal serupa, sehingga semua siswa menguasai topik pelajaran itu;
Kelima
Evaluasi terhadap materi secara individu; dan
Keenam
Pemberian penghargaan, penghargaan diberikan dengan melihat nilai tertinggi dari peningkatan skor seluruh anggota kelompok

Bentuk pembelajaran kelompok model STAD (Student Team Achievement Division) yaitu siswa dalam kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Anggota-anggota dalam kelompok saling belajar dan membelajarkan. Fokus yang ditekankan adalah keberhasilan seorang anggota akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok. Demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Adapun langkah-langkah penting dalam pembelajaran model STAD adalah sebagai berikut.
Tabel 2.2
Langkah-langkah Penting Dalam Pembelajaran Model STAD
Langkah
Aktivitas
Pertama
Penyajian kelas secara konvensional di dalam kelas oleh guru. Dalam STAD penyajian kelas sama dengan pengajaran konvensional hanya saja pembelajaran yang disampaikan difokuskan pada materi yang dibahas saja. Guru menyajikan sebanyak satu atau dua kali;
Kedua
Membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari 3 – 5 siswa, di mana tiap kelompok terdiri dari siswa-siswa yang beragam kemudian diberi tugas untuk dikerjakan siswa secara kelompok;
Ketiga
Memberikan tes atau kuis yang bersifat individu dengan tujuan agar siswa berusaha dan bertanggung jawab secara individu. Siswa juga harus menyadari bahwa keberhasilannya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kelompoknya;
Keempat
Pemberian skor peningkatan individu. Komponen skor peningkatan individu dalam STAD adalah untuk memberikan kepada siswa sasaran yang dapat dicapai bila mereka bekerja keras, sehingga memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Pengolahan skor hasil kerja siswa dilakukan melalui skor awal, skor tes, skor peningkatan dan skor kelompok; dan
Kelima
Pengakuan kelompok. Skor peningkatan masing-masing individu dalam kelompok itu digabungkan, sehingga kelompok mana yang skornya paling baik

Kelebihan pembelajaran kelompok model Jigsaw adalah adanya kelompok ahli yang memberikan pembelajaran kepada anggota dalam kelompoknya, seangkan kelebihan model STAD adalah pemberian materi oleh guru secara lebih terfokus, sehingga siswa lebih mempunyai gambaran yang lebih baik tentang topik yang sedang dipelajari. Dengan memperhatikan kelebihan serta menfaat yang diperoleh dari pembelajaran kelompok, maka dalam penelitian ini akan digunakan model pembelajaran kelompok gabungan antara model Jugsaw dan model STAD di mana langkah-langkah penting yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
Tabel 2.3
Langkah-langkah Gabungan Model Jigsaw dan Model STAD
Langkah
Aktivitas
Pertama
Pembelajaran konvensional secara klasikal dengan memberikan materi secara garis besar dan lebih terfokus (langkah 1 model STAD)
Kedua
Pembentukan kelompok di mana anggotanya terdiri dari siswa pendai, sedang dan kurang pandai yang didasarkan atas rangking kelas itu dan tiap kelompok terdiri dari 5 siswa (langkah 2 STAD)


Ketiga
Membagi materi dalam subtopik-subtopik untuk selanjutnya dibagikan kepada anggota kelompok sesuai bidang ahlinya untuk selanjutnya didiskusikan dengan ahli-ahli yang sama dari kelompok lain (langkah 3 Jigsaw)
Keempat
Setelah menjadi ahli siswa kembali ke kelompoknya untuk menularkan materi penting dalam subtopik itu kepada anggota keleompoknya dalam bentuk kegiatan mengerjakan LKS yang materinya merupakan gabungan dari seluruh subtopik yang dipelajari (langkah 4 Jigsaw)
Kelima
Tes individu (langkah 5 Jigsaw)
Keenam
Pemberian penghargaan berdasar nilai tertinggi dan peningkatan skor seluruh anggota kelompok dengan star awal sebagai pijakan adalah jumlah skor kelompok pada pretes tahap pertama (langkah 6 STAD dan Jigsaw)

Model ini sebenarnya lebih condong kepada model Jigsaw tetapi pada awal pertemuan pemberian materi lebih difokuskan lagi dan tidak hanya dalam bentuk makro, sehingga siswa lebih percaya diri. Hal ini lebih didasari oleh budaya siswa yang terbiasa menerima materi dengan metode ceramah dan belum terbiasa dengan pemberian materi secara makro. Siswa juga lebih mudah menerima informasi materi dari anggota kelompoknya yang telah menjadi ahli dalam sub topik tertentu, karena sudah ada gambaran sebelumnya saat guru memberikan pengajaran kelas secara garis besar dan terfokus. Keuntungan yang lain adalah tetap terbentuk kelompok ahli dalam sub topik tertentu, sehingga dapat memecu siswa untuk lebih mengetahui materi sub topik yang lain dengan cara bertanya kepada anggota kelompoknya. Hal ini berarti meningkatkan aktivitas siswa karena dirirnya merasa ikut bertanggung jawab terhadap kesuksesan kelompoknya.
Dengan demikian jelas bahwa model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar yang selanjutnya meningkatkan jumlah siswa yng mencapai tuntas belajar. Siswa diharapkan menyadari bahwa belajar Fisika bukan hanya untuk dapat masuk jurusan IPA, akan tetapi belajar Fisika adalah untuk kepentingan hidupnya. Masalah ini akan dirasakan oleh siswa setelah mengetahui keterkaitan Fisika sebagai Sains. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini menggunakan pendekatan kuantitatif, di mana nilai atau skor hasil belajar dinyatakan dengan angka, sedangkan ketuntasan belajar dinyatakan dengan persentase. Model ini dilaksanakan dalam tiga tahap dengan alokasi waktu berturut-turut tahap pertama 5 jam pelajaran, tahap kedua 7 jam pelajaran dan tahap ketiga 5 jam pelajaran. setiap jenjang tahap diadakan analisis, refleksi dan revisi untuk memperbaiki rencana tahap berikutnya.

B.     Kerangka Berpikir
 metode belajar kelompok yang dilakukan guru untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa merupakan bentuk kreativitas dalam mengajar. Melalui metode ini siswa saling berinteraksi dalam mengemukakan pendapat untuk memecahkan masalah bersama. Setiap ide yang dimiliki siswa ditungkan, ditampung untuk dilanjutnya dimodifikasi sebagai iden bersama dalam menyelesaikan permasalahan.
Adanya metode belajar kelompok menjadikan aktivitas belajar siswa menjadi lebih tinggi. Untuk kelancaran  metode ini guru perlu mengeliminer dominasi beberapa siswa, sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih merata. Secara sederhana  metode belajar diskusi untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa dapat digambarkan dalam bentuk kerangka berpikir sebagai berikut.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar